Minggu, 17 April 2011

Dialah Cahaya

Aku mengenal cahaya
Tak berawal dari tatapan mata
Tapi kemegahan sinarnya
Mampu menerpa setiap sudut yang terbaca olehnya

Dia yang tak beraga
Masih mampu untuk kubaca pesannya
Dia yang tak teraba
Masih mampu untuk kudengar suaranya

Aku mengenal dia
Sebuah anugrah yang tak terduga
Datang tak berasa
Tapi begitu elok meraba rasa

Suatu masa pernah kudapati
Satu kesempatan untuk menggenggam tangannya
Dan apa yang menyentuh ragaku
Terlalu hangat terasa di jiwa

Dialah cahaya
Mata dari sang surya
Senyum dari pelangi
Gemerlap dari bintang
Kelembutan dari bulan

Pengukir semangatku saat langkahku buntu
Penerang gelapku saatku hilang arah
Penopang langkahku saatku jatuh
Pemberi harapan saatku kehilangan
Senyumku saatku sedih

Walau aku tak mampu milikimu
Walau ragaku tak mampu menjamah cintamu
Biarlah rasa ini menunggu
Karena kaulah
Salah satu keindahan sudut sempit hatiku
Selengkapnya

Kamis, 07 April 2011

Katakanlah yang Menjadi Sedihmu

Ada luka yang tersembunyi di balik tawa
Satu makna selalu terlantun dari senyumannya
Tatapannya memberi arti beda
Tak pernah terkira apa yang dia punya

Ada derita yang tersimpan di balik cinta
Satu harapnya tersangkar di duri tajam
Di peraduan hujan dia menikam
Tak pernah tau kapan keluar

Ada apa dengan bulan
Pesonanya tak seterang biasanya
Mungkinkah bias luka masih menganga
Ataukah gelisah yang masih menyapa

Ceritakan padaku oh jelita
Aku dan kamu adalah satu
Dan kita membaginya berdua
Apakah mungkin aku mengijinkanmu membawa beban sendirian

Lihatlah sayang
Air matamu juga mengalir di pipiku
Lukamu juga merobek kulitku
Apakah kau pikir aku mendustai hatimu

Ungkapkanlah semuanya
Biar hati kita yang meraba
Tanganku takkan pernah melepaskan genggamanku
Tenangkan dirimu dan katakanlah
Ada apa dengan murungmu

Dukamu adalah dukaku
Sedihmu adalah sedihku
Katakan semuanya padaku
Dan aku akan di sampingmu tuk lalui itu

Percayailah aku dengan hatimu
Aku takkan pernah tinggalkan kau
Dari keadaan yang merantaimu seperti itu
Selengkapnya

Senja di Pantai Cinta


Menunggu matahari turun menyusuri ujung laut
Terbentang kilau keemasan yang terpantul hamparan pasir pantai
Awan yang melukis senja terus saja berkedip memanjakan mata
Saat menyaksikan dirimu rebah di pundakku

Belaian air yang lembut menyisir kaki
Seirama dengan nada lantunan gemuruh ombak
Angin semu yang mulai menyurutkan hangatnya saat menerpaku
Semakin mengeratkan pelukanmu pada tubuhku

Teriakan sekelompok camar yang nyanyikan kemesraan
Terbang mengitari diatas tempat kami duduk
Cahaya orange yang semakin jauh menarik jelajahnya dari langit
Saat melirikku yang terbuai dalam romantika cinta

Perlahan satu bintang mulai merebakkan pendarnya
Bulanpun dengan setia merangkai sinar disisinya
Dan perlahan membiaskan redup di permukaan lautan
Saat kami mulai asyik beradu tatapan mata

Seketika alam menerka jalan pikiranku
Angin berhenti sejenak menghembuskan dinginnya
Ombak mengheningkan sejenak tariannya
Bintang dan bulanpun sejenak menutup mata

Dalam hening kurasakan
Bibirmu begitu lembut menerpa ruas-ruas bibirku
Dan hatimu begitu erat memeluk cintaku
Hingga dalam diam alam bergumam
Merekalah para manusia-manusia yang beruntung
Yang memiliki anugrah dari sebuah cinta
Yaitu keindahan yang mereka rasakan
Dan ikatan itu menyatukan dua hati diantaranya
Dalam satu perasaan
Selengkapnya

Senin, 28 Maret 2011

Kan Kutunggu Lagi


Entah hilang tiada kemana
Aku lelaki yang diburu kesepian
Meronta dalam gelap
Hanyalah kekosongan yang ada
Aku terbuang dari cinta yang sekian lama memfanakan diriku
Setelah matahari tenggelam dari balik bukit
Dia telah pergi
Hanya jejak-jejak yang bertebaran di kaki langit yang membisu isyaratkan masa lalu
Aku nyata
Tapi hanyalah sebuah bayangan
Empat jalan tiada berujung dimana disudutnya diterangi kilauan cahaya
Disitu aku tertinggal dan terdiam
Kadang harus membaca suara angin untuk membaca pesan yang ada
Hanyalah ada kerinduan yang meronta dalam darah
Cinta…….jangan desak diriku dalam puing-puing ketidak pastian
Lemah raga ini untuk berangan menunggu dirimu kembali
Saat-saat pergi dari mimpi telah kembali
Redakan musim yang menghujankan dedaunan
Mata air yang mulai tersentak keluar
Biarkan aku terdampar disini
Kan kutunggu lagi untuk bersemi
Kan kutunggu lagi untuk mekar
Kan kutunggu lagi untuk tersenyum
Lelah mata ini menahan kesepian hingga dirimu terbit kembali
Aku hanya berharap
Takkan pernah ada yang sama
Untuk setiap langkah-langkah saat aku mulai berdiri

Selengkapnya

Senin, 21 Maret 2011

Dear my Dear

Dear; my Dear

     Aku tak menyesal, tak bangun pagi ini. Karena kata temen, pagi tadi gak ada sinar mentari. Akh, betapa beruntungnya aku, ketika tadi pagi aku masih tertidur dan menikmati mimpiku.
Taukah kau di mimpiku tadi pagi?. Aku melihat sinar yang lebih indah dari matahari pagi, begitu terang, hingga hanya cahaya putih itu yang mampu kulihat. Aku berlari menuju cahaya itu,tapi sepertinya langkahku tak sampai hingga aku terjatuh, aku menemukanmu dalam pelukanku, dalam balutan cahaya yang ternyata cahaya itu adalah kamu. Aku terdiam ketika kau tersenyum, tanpa kata, ada sepasang sayap muncul di punggung kita. Dan kau menuntunku terbang menuju langit biru yang elok.
Masih tanpa kata, sepertinya kau membawaku ke surga!. Hijau terbentang di bawah kakiku, dan biru di atas mataku. Disitu ada sebuah pohon sakura yang sangat besar, yang mana bunga-bunganya berguguran begitu indah dan tak pernah habis. Dan di bawah pohon sakura itu terdapat rerumputan, hijau, kecil, dan begitu lembut seperti permadani dari Persia.
Kau menarikku menuju bawah pohon itu, dan kau bersandar di pundakku, sedangkan aku bersandar pada pohon itu. Lihatkah kau pemandangan saat itu? Aku tak tau karena kau memejamkan kedua matamu. Masih tanpa kata, dan pelukanmu bertambah erat. Dan tiba-tiba saja kau membuka matamu, menatapku dengan pandangan lembut dan penuh cinta. Aku begitu terpesona melihat bola matamu yang berkaca-kaca itu, hingga tanpa kusadari kedua bibir kita pun perlahan saling mendekat.
Dan, Akh... aku terbangun oleh suara telepon yang berdering begitu kencang di samping telingaku. Aku begitu gusar bercampur kecewa. Entah siapapun orang yang membangunkanku dari mimpi ini (aku tak tau karena di private number). Aku bersumpah jika aku tau siapa dia, aku pasti akan membunuhnya.
Dan selanjutnya, aku gak pernah tau apa yang selanjutnya terjadi di mimpi itu. Meskipun aku mencoba tidur kembali, tapi mimpi itu tak pernah kembali ke tidurku.
Akh, biarlah... biar hanya mimpi itu sendiri yang mengerti semuanya.
Dear my dear, apakah kau juga pernah mengalami mimpi itu?. Jika pernah, bisakah engkau menceritakan kelanjutan mimpi itu padaku?


Salam manis dari pangeranmu. Selengkapnya

ARAH

Gulir-gulir kesejukan mengalir
Saat panas amarah merekah melawan dunia
Merebahkan setiap keinginan
Membekukan setiap keresahan

Sikap lemah yang tak berarah
Membutakan setiap langkah dalam lelah
Walau angan gerah menatap arah
Luangkan satu tujuan untuk meredakan gelisah

Berikan setapak impian
Untuk menghilangkan perih
Walau mata tak berarah
Tetaplah tatap satu arah

Hilangkan semua kekalahan
Padamkan semua penyesalan
Terbitkan sebuah harapan
Untuk semangat yang berarah

Karena di jalan itu
Aku ada dalam semangat cinta

Jalani hidup ini dengan semangat”
I miss U
Selengkapnya

LIRIH

Angin berhembus lirih di teduhnya hati
Menyambut awan putih ke pelupuk mata
Begitu putih seputih awan mimpi
Seperti cintamu yang putih
Selimuti jiwa ini
Lirih meniti sepi
Membungkam perih yang dulu bertahta dalam nurani
Tiada ingin satu harapku untuk kasihmu
Apakah aku salah mencintaimu ?

Legam luka yang tersembunyi
Terbongkar dalam asa suci
Terendam dalam harapan
Merias di redup mimpi
Menerka hasrat yang terajut dalam bunyi
Membias terselaput getir haru
Mengungkap rahasia dari penjara hati
Apakah aku salah mengucapkan kata cinta untukmu ?

Dengarkanlah sayang dengan hatimu
Tentang teriakanku
Bahwa….
AKU CINTA KAMU

Aku serius,
Aku menemukan sesuatu yang berbeda di kedua matamu
Disitu aku dapat melihat
Kamu adalah seseorang yang sangat spesial
Jika aku dapat berharap
Aku ingin menjelajahi hatimu dengan cintaku
Dengan semua detak gairahku

Selengkapnya

Minggu, 20 Maret 2011

RUANG WAKTU

Deru ombak mendayu sendu
Mengiringi nada haru penuh syahdu
Merapat dalam tepian hati yang bisu
Melukis sebuah rindu beku
Terjelajah dalam ruang waktu

Angin yang berdendang lirih
Seakan meniupkan segala aroma dari keheningan
Seakan ingin mengungkapkan sesuatu yang tertunda
Pada pasir yang bercumbu dengan kesepian

Ingin kurebahkan tubuhku dalam hamparannya
Seraya kutancapkan setangkai mawar putih
Agar seluruh alam tau
Betapa suci kasih yang kuberikan untuknya
Melebihi makna dari semua untaian kata yang selama ini
Kutebarkan dalam cinta

Ingin kubasahi kulitku dengan badai asmaranya
Seraya kuangkat sebuah mahkota untuk hatinya
Agar dapat kurasakan
Seberapa kuat angin mampu membawanya
Hingga sampai diujung dari cakrawala
Dia berdiri dengan kepakan sayapnya
Seraya menengadahkan tangan

Inilah hati yang kau pinta
Inilah rasa dari keheningan yang kau dapat
Tidakkah kau rasakan cinta yang bergelora
Selengkapnya

MEMBEKAS DI HATI

Sinar matamu
Memancarkan pelangi ke renungku
Tersimpan dalam untaian cinta
Dan rajutan tali kasih
Mengukir di sudut-sudut sepi
Terbingkai dalam garis lembut sang bulan
Menerawang batas-batas mimpi yang mengusik nurani
Terbuai di lembah tirai kerinduan

Masihkah padam jalan menuju surga hatimu
Hingga rasa ini jenuh menanti
Ataukah aku harus menunggu
Hingga sampai purnama berlalu
Untuk namaku tergores di hatimu?

Terbungkam aku di sudut maya
Saat mimpi-mimpi mulai tersapu embun pagi
Hingga pada mentari aku pancarkan
Sebuah do’a dari luapan ribuan harap
Sebuah mimpi dari jutaan lelap

Tuangkan aku dalam kanvas hatimu
Aagar dapat kulukis hatimu dengan cinta ini
Dengan kuas-kuas kehidupanku
Dan warna-warna ketulusanku
Hingga kan kujadikan indah
Bagaikan bulan yang bercumbu dengan matahari
Selengkapnya

TEBING HATI

Langkah demi langkah
Kulalui menyusuri sungai rindu ini
Di tebing hati kucoba untuk meretas cinta ini
Tapi semakin dalam
Semakin aku tenggelam dalam buaian harapan

Terbang…
Hilang…
Diantara merpati putih yang berpendar
Menyilaukan sepi diantara bintang kehampaan
Menyeruak di jurang tawa ?

Tapi apa ini ?
Aku bagai sang debu
Yang terhempas angin mimpi
Sendiri mencoba mengais hati
Tapi aku telah terlalu lelah berdiri
Di gelap mentari yang telah hilang
Di matahati yang beku ini

Membutir dalam salju
Menghunus keangkuhan ini
Hingga saat mentari telah kembali
Tak ada yang tersisa untuk kuratapi
Karena saat ini
Aku sendiri
Terpenjara dalam sepi Selengkapnya

DIMANA AKU…??

Mata yang tersembunyi di balik awan gelap
Bersenandung dalam sepoi butiran air hujan
Ketika hati tak kuasa menahan kesendirian
Perlahan kulepas semua beban untuk terbang

Dimana aku saat kau ada
Kemana rindu saat aku hilang
Terpaan mimpi saat ku berangan
“aku rindu kamu”

Dalam duduk aku terdiam
Menjelajah apa yang bisa kupikirkan
Menerka semua dari jalinan kata
Hanya namamu yang tertulis di rasa
“aku cinta kamu”

Saat sadarku membawaku dalam jenuh
Bosan ragaku mendengar desah resah
Menatap apa yang tak terungkap
Mengapa aku sesepi ini
Pernahkah kau mendengar celotehan ini
“aku sayang kamu”

Kapankah kau datang cintaku ???
Aku ingin segera memeluk ragamu
Walau dengan tubuh lemah ini
Sandarkan aku di bahumu
Karena inginku hanya untukmu
Kasihku…
Selengkapnya

Senin, 31 Januari 2011

Surat Rindu Untuk Bidadari



Seutas salam hangat kukirimkan padamu dengan benang-benang ketulusan yang terpintal dari jiwaku. Segenggam kerinduan kupersembahkan padamu yang mana kedua telapak tanganku ini tak mampu menggenggam samudra kerinduan yang kusimpan untukmu. Sebait kata maaf kulontarkan padamu demi menampar kedalaman jiwaku yang telah lancang mengucapkan kata-kata ketidak-berdayaan ini untuk kerelaan mata hatimu menatapku yang tengah di selubungi penyesalan akanmu.
                Bila kau membaca tulisan ini, maka ini adalah buah dari usaha jemariku yang terlalu rindu untuk membelai setiap helai rambutmu. Bila kau membaca tulisan ini, maka ini adalah kata-kata yang tersirat dari semua tumpahan air mata dan senyum bahagia yang pernah menghiasi langit-langit hatiku karena pelangi ketulusanmu. Bila kau membaca tulisan ini, ketahuilah bahwasanya seluruh pikiran yang malang ini, saat ini sedang melukis bayang wajahmu yang terlalu indah hingga hanya dengan menyapamu seperti ini, aku baru mampu menemukan warna-warna yang tepat untukmu.
                Bila mana kau membaca surat ini, maka bahwasanya aku sedang menunjuk seorang bidadari yang dulu pernah mengukir senyuman termanis hingga mampu buatku terbang melebihi langit ke tujuh. Bila mana kau membaca surat ini, maka yang kubayangkan adalah seorang bidadari yang dulu mampu membuatku takluk walau hanya dengan kehadiran mayamu, seorang bidadari yang selalu membuatku tergila-gila dengan nikmatnya anggur cinta yang kau berikan, seorang bidadari yang menjadi terang dalam gelap malamku dan menjadi kesejukan dalam teriknya api asmara yang membakar jiwaku. Bila kau membaca surat ini, maka yang kulihat adalah engkau, seorang bidadari yang pernah menyelami lautan hatiku hingga mampu menenangkan segala ombak kegelisahanku.
                Bidadariku, maafkanlah atas kelancangan kata-kataku. Mungkin saat ini aku tak pantas lagi menyebutmu bidadari dengan raga hinaku ini sedangkan engkau begitu agung dengan dengan cahayamu. Bahkan kata-kata ini kurasa terlalu hina setelah semua air mata yang kau keluarkan demi aku. Tapi ada satu inginku yang tak mampu lagi kubendung dengan terjangannya yang begitu dasyat atas semua ini. Masih ada secuil harapku yang ingin kuceritakan padamu walau setelah ini kau tak lagi sudi menatapku.
                Bidadariku yang selalu cemerlang dengan sayap-sayap indah
                Saat ini waktu telah memisahkan kita dengan jarak yang begitu jauh, yang terlampau sulit untuk dijangkau oleh kedua mata kita. Dan keadaan pun telah menyudutkan kita di jalan yang berbeda hingga kita harus berjalan sendirian melintasi luasnya kehidupan ini. Tapi percayalah, di setiap langkah yang kini kutapakkan, aku selalu berusaha mencari jalan untuk kembali padamu. Walau hanya jalan sempit berbatu dengan tikungan dan tanjakan curam, walau di setiap langkahnya harus kuinjak lumpur penuh duri yang memberatkan kakiku, bila memang jalan itu terbuka untukku, takkan ragu untuk kulewati demi menggenggam tanganmu lagi. Sungguh, kini itu menjadi impian hatiku yang kini dirundung nestapa dengan beban hati ini yang hilang dari hatimu.
                Bidadariku yang selalu bermahkota cinta
                Kusadari pilihan ini terlalu sulit untukmu dan juga untukku. Tapi bila kau mampu merasakan hatiku dan menyentuh setiap permukaan dindingnya, kau kan tau betapa sulitnya aku untuk menghindari ini semua. Aku tak mampu menghapuskannya hingga muncul kalimat-kalimat yang setiap kau datang padaku, mampu menusukmu seperti belati tajam hingga buatmu menahan perih yang tak tertahankan. Sungguh bukan itu inginku, bukan itu maksudku, bukan itu yang ingin kulakukan padamu.
                Bidadariku yang selalu mampu memeluk rembulan
                Pahamilah aku sebagai seorang lelaki, lelaki yang dikaruniai ego besar yang mampu menghancurkan apapun yang ada. Lelaki yang mempunyai keegoisan buta hingga mampu menenggelamkan kekuatan cinta dalam hati ini menjadi serpihan-serpihan keangkuhan dan kekejaman. Sungguh ku tak ingin itu, tapi ku hanyalah lelaki yang memiliki ego tinggi yang tak ingin dikalahkan oleh sebuah pilihan yang merendahkan posisinya dalam memiliki sesuatu, aku hanyalah lelaki dengan ego yang selalu menginginkan untuk menjadi yang pertama, menjadi sang pemenang. Lelaki yang dengan ego nya mampu membuang semuanya jika telah kalah demi sebuah kehormatan. Lelaki yang dengan ego nya kini berbalik menyakiti demi menahan kerinduan akan hadirmu.
                Bidadariku yang selalu mampu membirukan lautan
                Bila mana kau ingin tau, setiap tetes air mata yang kau keluarkan itu juga menetes dari mataku, bahkan lebih perih rasanya ketika ku sadar aku yang telah menyebabkan air mata itu menetes. Tapi aku tak berdaya lagi dengan keadaan ini hingga hanya mampu membuatmu terus mengalirkan air mata. Aku tak sanggup lagi hingga hanya dengan mengingat tawamu di masa lalu yang mampu menjadi kegembiraan kecil yang tak bertahan lama setelah kutau saat ini tawa itu tak lagi kudapatkan.
                Bidadariku yang selalu mampu menguasai langit malam
                Satu hal yang kusadari adalah kau bukan milikku, hatimu bukanlah untukku, cintamu kau berikan bukan untukku, tapi untuk seseorang yang telah membuatmu menepikanku. Hatiku gundah gulana, jiwaku bimbang tak terkira mengartikan kebingungan ini saat kau masih mengucapkan kata sayang padaku sedangkan aku tak lagi mempunyai tempat di hatimu. Ada apa dengan teka-teki yang tak mampu kujawab ini, bila boleh kuajukan harapan, sanggupkah kau menjelaskan semua ini padaku hingga tiada menyisakan kebimbangan jiwa. Sungguh bila kau mampu menjelaskan semua ini, jalan yang kita injak akan menjadi lebih jelas dan terang sehingga kita mampu memberi kepastian tentang kisah ini. Bukan seperti ini, berjalan dengan mata yang buta tanpa tongkat penunjuk jiwa.
                Bidadariku yang selalu mampu menjadi pelita keindahan
                Bila masih ada jalan untukku masuk, maka katakanlah untuk kulalui. Bila memang hatimu telah penuh dengan kehadirannya, maka tutuplah dengan rapat dan relakan aku menjalani kehidupan nistaku ini sendirian tanpa ada kamu. Kuyakin itu akan lebih baik daripada kita saling menyiksa bathin kita masing-masing. Jiks memang kau inginkan aku kembali melalui jalan yang sama denganmu, maka buanglah yang telah ada dan siapkanlah untukku, selembar kertas putih tanpa noda yang merupakan perwujudan hatimu yang kosong dan suci, seuntai salam hangat dimana itu mengandung segala kebaikan untuk mengawali sesuatu yang ingin di jalani, dan setangkai mawar merah yang kan memberi warna, keharuman dan keindahan yang akan selalu mengobarkan api asmara. Dan aku kan kembali menjadi pena hitam yang siap menuliskan cerita harimu menjadi lembaran kisah hitam-putih. Yang selalu menjadi pembeda untuk saling melengkapi dalam kebersamaan, yang akan selalu ada dalam duka dan bahagia, tawa dan air mata, sedih dan gembira.
                Bidadariku yang selalu mampu menjadi sehangat mentari
                Maafkanku telah lancang menulis ini semua. Hanya ini yang mampu kulakukan dengan sisa jiwa yang terluka ini. Bila yang kutulis ini hanyalah kesia-siaan belaka, maka aku mampu untuk memadamkan sendiri lilin-lilin kecil ini yang menerangi sisa ingatan tentangmu. Bila celoteh ini hanyalah sebuah kisah kemunafikan, maka aku serahkan padamu menuliskan bait terakhirnya. Itulah sisa harapan terakhirku yang masih bersinar.

Tanpa salam, hanya senyuman
Dari lelaki yang pernah kau panggil
“Sang Pangeran”
Selengkapnya

Puisi: Percaya Untuk Tak Percayai

Kiasan biru dari sosok cinta
Metamorfosa menelaah semua jiwa
Saat sesuatu yang absurd membimbangkan tujuan
Ujung tombak merasuk demi arti

Ada apa untuk kata-katamu
Dengan apa demi suaramu
Pelukan rindu kini menjamur beku
Janjikah yang ada demi dirimu ?

Merobek ketiadaan
Untuk hadirkan semu dalam hati
Menunggukah hanya untuk uluran tanganmu ?
Jemu bisu kini menatapmu

Bukan itu, katakanlah bukan itu
Secuil harap ingin tertawa dihadapanmu
Sempit ingatan untuk kenyataan
Katakanlah bukan air mata yang kau tuangkan
Setujukah kau sang bulan ?

Oh, kecewaku…
Ceritakan padaku tentang mimpi itu
Lekik senyum yang nyata itu
Bertahankah melampaui waktu yang tersedu ?

Entah, dan entah…
Sampai kapan ada untuk dicampakkan
Sampai kapan senyuman terus terukirkan
Kapankah saat air mata menjadi yang terakhir
Tersendirilah diam membisu untuk menjawab

Mungkinkah ?
Apa yang tertancap terlalu dalam terpatahkan
Dan menyisakan luka yang tak tertahankan
Tetapkah dengan senyuman untuk menepiskan
Dan sampah-sampah pun terlalu keras menertawai

Percayalah…
Dan cobalah untuk tidak percaya
Apa yang kau percaya tak pantas dipercaya
Bukan bimbang
Bukan meragukan
Tapi semua adalah pilihan untuk memahami
Kenyataan…
Selengkapnya

Puisi: Tanpa Wajah, Hanya Senyummu


Ingin kutuliskan puisi
Tapi tak ada inspirasi selain bayang wajahmu
Tak ada lagi yang bisa kugoreskan dengan penaku ini
Kecuali lembut senyummu yang penuh dengan gurat pelangi indah itu

Tak ada lagi bait yang bisa kurangkaikan
Hanya takjub rona matamu yang begitu tajam menusuk mimpiku
Tak pernah ada
Tak ada lagi bayangan rindu
Selain impianku untuk selalu buatmu tersenyum

Oh, malamku…
Demi aurora yang kau terbitkan di langit ke tujuh
Biarkanlah jemari ini terus menari untuk menyapanya
Ijinkanlah bulir-bulir huruf ini mengukir senyumnya
Dan untuk pinta mulia
Jagalah selalu sinar senyumnya tetap menjadi mentari

Demi purnama tanpa air mata
Untuk cahaya tanpa mendung gelap
Jangan pernah musnahkan apa yang terciptakan alam
Dan aku disini
Kan selalu kutulis naskah-naskah kasih untuk menjagamu

Untukmu dewiku
Rindukanlah aku dengan jemarimu
Temuilah aku dengan senyummu
Di setiap bunga yang mekar
Di setiap nafas yang kau hembuskan
Aku selalu ada disampingmu

Demi kau, malaikatku
Ku kan selalu setia menjadi bagian sayapmu
Melindungimu
Dan menjagamu dari perihnya air mata

Tanpa wajah
Hanya senyuman
Tanpa ucapan
Hanya kata-kata
Ijinkan aku untuk selalu merasakan jiwamu
Dan merindukanmu
Selengkapnya

Puisi: Biarkan Kupeluk Dirimu


Membungkam sadar untuk berharap maya menjadi benar
Meneliti setiap lengkungan jiwa
Untuk menentukan nafas apa yang tepat untuk disampaikan pada malam
Di sisi sudut sempit yang selalu terbungkam bait
Tersendirilah pekat untuk bidadari yang beranjak terlelap

Biar lepas kepingan-kepingan lelah
Biar bebas kesederhanaan senyuman yang kian layu
Biar merasuk untuk sebuah mimpi indah
Biar…
Biarkan aku untuk menjaganya

Takkan diam disini
Sayang yang kuberikan
Takkan rapuh disini
Senyuman yang kumekarkan
Takkan berhenti disini
Tawa yang pernah terciptakan

Hingga kau tersadar kembali dari lelap
Aku disini…
Merangkai untaian bunga pelangi untuk hati yang sepi

Lepaskan ragamu sejenak
Relakan kini maya memelukmu dalam hangat yang kukirimkan
Hentikan sejenak kini tarian imajinasimu
Biarkan kini aku yang melukis mimpimu dengan semua warnaku

Kenanglah…
Dan ingatlah itu sebelum menutup mata
Bukankah kita pernah berjanji untuk bersua di tanah megah ujung malam

Sesimpul cinta yang kini kuterbangkan
Maka biarkan sayap-sayapku melindungimu dari tusukan malam
Walau terkadang mencekam
Walau terkadang menyakitkan
Walau mungkin tak pernah nyata
Tapi di bahagiamu adalah kenyataan Selengkapnya

Puisi: Menghargai Arti


Seandainya di dunia ini ada lebih banyak hati untuk dibagi
Lebih banyak senyuman untuk dihargai
Dan lebih banyak senyuman untuk dimekarkan
Keindahankah yang akan kita rasakan untuk dunia ?

Bila saja cinta diterbitkan untuk kesucian
Andai saja rasa sayang tercurah dalam kesederhanaan
Dengan sebuah rindu yang selalu terpupuk untuk kehangatan
Bukankah semua yang kita miliki akan lebih bermakna ?

Apakah dengan air mata yang mengalir
Dengan gurat-gurat bibir yang menjadi murung
Untuk ambisi yang membenarkan diri
Adakah sebuah ego mampu merajai arti kebahagiaan ?

Bila mana ada kebohongan bersuara
Demi munafik yang hanya menjadi racun jiwa
Pantaskah bibir ini untuk berkata, tidak
Sedangkan hanyalah sebuah dosa yang akan terus tercipta

Semua ini bukan tentang apa yang kita dapatkan
Tapi tercipta dari apa yang kita berikan
Sudahkah kita rela mengulurkan tangan
Untuk menggapai harapan yang kita impikan

Bukan kita yang bersalah pada mereka
Bukan pula mereka yang menyakiti kita
Tapi hati kitalah yang akan menjadi sebuah dimensi
Untuk menentukan yang terbaik dari yang kita kasihi

Untuk tawa, untuk senyuman
Dan kebersamaan saat kita saling bergenggam tangan
Saat kita saling peduli untuk kehidupan yang singkat ini
Kedamaian kah yang akan kita rasakan ?
Untuk sesuatu yang sesederhana ini…
“heart just know”
Selengkapnya

Puisi: Kebimbangan


Part I;
Adakah lagi
Yang harus kutulis
Dari semua
Intinya hatiku tersayat

Melihat simpul senyum itu
Ku ingin milikinya
Tapi nyata tak mampu membuatku memilikinya
Ku tak berharap kehilangan dia
Tapi nyata mengatakan ku kehilangan dia

Kususuri curam yang berbatu ini
Bersama cinta yang kubawa
Berharap, ketika sampai di hilir
Ada dirimu menyebut namaku dengan senyum hangat

Tapi yang kudapat hanya sekedar jejakmu
Jejak yang memberi noda pada kelengkungan nuraniku
Dan aku… aku…
Aku hanya berdiam menahan air mata
Melihat jejakmu pergi tanpa melihatku
Tanpa melihatku…

Part II;
Malam ini…
Kudengar cerita dari rumput ilalang
Tentang siang tadi
Tentang bidadari yang menyusuri jalan terjal nan curam
Dengan sebuah hati yang dia bawa
Dia rela menahan perih dari telapak kakinya yang berlumur darah
Hingga sampai di ujung langkahnya
Dia terhenti dengan air mata
Karena bayang yang dia kejar
Tak mampu terkejar dengan sisa harapannya

Lalu si rumput bertanya;
“mengapa dia rela melakukan itu?”

Dan ku jawab;
“itu karena cinta”

“tapi mengapa? Bayang itu tak mampu dia kejar,
Bahkan tak sekalipun menoleh padanya?”

“karena cinta itu tak punya mata”

“tapi lihatlah, dia menangis
Apakah air matanya hanya sia-sia?”

“tentu tidak, kawanku
Air mata itu ibarat sungai
Lihatlah sungai itu yang kebingungan mencari hilir
Dan hilir itu hanyalah lautan atau danau yang dapat menampung semua air sungai itu
Tapi jikalau sungai itu menguap tak berbekas sebelum sampai lautan?
Ketahuilah rumput…
Tak ada yang sia-sia dari aliran sungai itu
Lihatlah dirimu…
Apakah tanpa sungai itu kau dapat hidup?”

“tentu aku takkan bisa hidup tanpa sungai itu”

“kau sudah mengerti maksudku, wahai rumput?”

“tentu…
Sungai itu mengalir mengejar hilir yang menjadi tujuannya
Tapi dalam perjalanannya dia telah memberi hidup pada semua yang disekitarnya
Tapi apakah sungai itu tahu
Bahwa dia telah memberi arti bagi kami yang disekitarnya?
Sedang tujuannya adalah hilir”

“tanyalah pada sungai itu
Karena hanya dia yang mampu menjawab”.
Selengkapnya