Senin, 31 Januari 2011

Surat Rindu Untuk Bidadari



Seutas salam hangat kukirimkan padamu dengan benang-benang ketulusan yang terpintal dari jiwaku. Segenggam kerinduan kupersembahkan padamu yang mana kedua telapak tanganku ini tak mampu menggenggam samudra kerinduan yang kusimpan untukmu. Sebait kata maaf kulontarkan padamu demi menampar kedalaman jiwaku yang telah lancang mengucapkan kata-kata ketidak-berdayaan ini untuk kerelaan mata hatimu menatapku yang tengah di selubungi penyesalan akanmu.
                Bila kau membaca tulisan ini, maka ini adalah buah dari usaha jemariku yang terlalu rindu untuk membelai setiap helai rambutmu. Bila kau membaca tulisan ini, maka ini adalah kata-kata yang tersirat dari semua tumpahan air mata dan senyum bahagia yang pernah menghiasi langit-langit hatiku karena pelangi ketulusanmu. Bila kau membaca tulisan ini, ketahuilah bahwasanya seluruh pikiran yang malang ini, saat ini sedang melukis bayang wajahmu yang terlalu indah hingga hanya dengan menyapamu seperti ini, aku baru mampu menemukan warna-warna yang tepat untukmu.
                Bila mana kau membaca surat ini, maka bahwasanya aku sedang menunjuk seorang bidadari yang dulu pernah mengukir senyuman termanis hingga mampu buatku terbang melebihi langit ke tujuh. Bila mana kau membaca surat ini, maka yang kubayangkan adalah seorang bidadari yang dulu mampu membuatku takluk walau hanya dengan kehadiran mayamu, seorang bidadari yang selalu membuatku tergila-gila dengan nikmatnya anggur cinta yang kau berikan, seorang bidadari yang menjadi terang dalam gelap malamku dan menjadi kesejukan dalam teriknya api asmara yang membakar jiwaku. Bila kau membaca surat ini, maka yang kulihat adalah engkau, seorang bidadari yang pernah menyelami lautan hatiku hingga mampu menenangkan segala ombak kegelisahanku.
                Bidadariku, maafkanlah atas kelancangan kata-kataku. Mungkin saat ini aku tak pantas lagi menyebutmu bidadari dengan raga hinaku ini sedangkan engkau begitu agung dengan dengan cahayamu. Bahkan kata-kata ini kurasa terlalu hina setelah semua air mata yang kau keluarkan demi aku. Tapi ada satu inginku yang tak mampu lagi kubendung dengan terjangannya yang begitu dasyat atas semua ini. Masih ada secuil harapku yang ingin kuceritakan padamu walau setelah ini kau tak lagi sudi menatapku.
                Bidadariku yang selalu cemerlang dengan sayap-sayap indah
                Saat ini waktu telah memisahkan kita dengan jarak yang begitu jauh, yang terlampau sulit untuk dijangkau oleh kedua mata kita. Dan keadaan pun telah menyudutkan kita di jalan yang berbeda hingga kita harus berjalan sendirian melintasi luasnya kehidupan ini. Tapi percayalah, di setiap langkah yang kini kutapakkan, aku selalu berusaha mencari jalan untuk kembali padamu. Walau hanya jalan sempit berbatu dengan tikungan dan tanjakan curam, walau di setiap langkahnya harus kuinjak lumpur penuh duri yang memberatkan kakiku, bila memang jalan itu terbuka untukku, takkan ragu untuk kulewati demi menggenggam tanganmu lagi. Sungguh, kini itu menjadi impian hatiku yang kini dirundung nestapa dengan beban hati ini yang hilang dari hatimu.
                Bidadariku yang selalu bermahkota cinta
                Kusadari pilihan ini terlalu sulit untukmu dan juga untukku. Tapi bila kau mampu merasakan hatiku dan menyentuh setiap permukaan dindingnya, kau kan tau betapa sulitnya aku untuk menghindari ini semua. Aku tak mampu menghapuskannya hingga muncul kalimat-kalimat yang setiap kau datang padaku, mampu menusukmu seperti belati tajam hingga buatmu menahan perih yang tak tertahankan. Sungguh bukan itu inginku, bukan itu maksudku, bukan itu yang ingin kulakukan padamu.
                Bidadariku yang selalu mampu memeluk rembulan
                Pahamilah aku sebagai seorang lelaki, lelaki yang dikaruniai ego besar yang mampu menghancurkan apapun yang ada. Lelaki yang mempunyai keegoisan buta hingga mampu menenggelamkan kekuatan cinta dalam hati ini menjadi serpihan-serpihan keangkuhan dan kekejaman. Sungguh ku tak ingin itu, tapi ku hanyalah lelaki yang memiliki ego tinggi yang tak ingin dikalahkan oleh sebuah pilihan yang merendahkan posisinya dalam memiliki sesuatu, aku hanyalah lelaki dengan ego yang selalu menginginkan untuk menjadi yang pertama, menjadi sang pemenang. Lelaki yang dengan ego nya mampu membuang semuanya jika telah kalah demi sebuah kehormatan. Lelaki yang dengan ego nya kini berbalik menyakiti demi menahan kerinduan akan hadirmu.
                Bidadariku yang selalu mampu membirukan lautan
                Bila mana kau ingin tau, setiap tetes air mata yang kau keluarkan itu juga menetes dari mataku, bahkan lebih perih rasanya ketika ku sadar aku yang telah menyebabkan air mata itu menetes. Tapi aku tak berdaya lagi dengan keadaan ini hingga hanya mampu membuatmu terus mengalirkan air mata. Aku tak sanggup lagi hingga hanya dengan mengingat tawamu di masa lalu yang mampu menjadi kegembiraan kecil yang tak bertahan lama setelah kutau saat ini tawa itu tak lagi kudapatkan.
                Bidadariku yang selalu mampu menguasai langit malam
                Satu hal yang kusadari adalah kau bukan milikku, hatimu bukanlah untukku, cintamu kau berikan bukan untukku, tapi untuk seseorang yang telah membuatmu menepikanku. Hatiku gundah gulana, jiwaku bimbang tak terkira mengartikan kebingungan ini saat kau masih mengucapkan kata sayang padaku sedangkan aku tak lagi mempunyai tempat di hatimu. Ada apa dengan teka-teki yang tak mampu kujawab ini, bila boleh kuajukan harapan, sanggupkah kau menjelaskan semua ini padaku hingga tiada menyisakan kebimbangan jiwa. Sungguh bila kau mampu menjelaskan semua ini, jalan yang kita injak akan menjadi lebih jelas dan terang sehingga kita mampu memberi kepastian tentang kisah ini. Bukan seperti ini, berjalan dengan mata yang buta tanpa tongkat penunjuk jiwa.
                Bidadariku yang selalu mampu menjadi pelita keindahan
                Bila masih ada jalan untukku masuk, maka katakanlah untuk kulalui. Bila memang hatimu telah penuh dengan kehadirannya, maka tutuplah dengan rapat dan relakan aku menjalani kehidupan nistaku ini sendirian tanpa ada kamu. Kuyakin itu akan lebih baik daripada kita saling menyiksa bathin kita masing-masing. Jiks memang kau inginkan aku kembali melalui jalan yang sama denganmu, maka buanglah yang telah ada dan siapkanlah untukku, selembar kertas putih tanpa noda yang merupakan perwujudan hatimu yang kosong dan suci, seuntai salam hangat dimana itu mengandung segala kebaikan untuk mengawali sesuatu yang ingin di jalani, dan setangkai mawar merah yang kan memberi warna, keharuman dan keindahan yang akan selalu mengobarkan api asmara. Dan aku kan kembali menjadi pena hitam yang siap menuliskan cerita harimu menjadi lembaran kisah hitam-putih. Yang selalu menjadi pembeda untuk saling melengkapi dalam kebersamaan, yang akan selalu ada dalam duka dan bahagia, tawa dan air mata, sedih dan gembira.
                Bidadariku yang selalu mampu menjadi sehangat mentari
                Maafkanku telah lancang menulis ini semua. Hanya ini yang mampu kulakukan dengan sisa jiwa yang terluka ini. Bila yang kutulis ini hanyalah kesia-siaan belaka, maka aku mampu untuk memadamkan sendiri lilin-lilin kecil ini yang menerangi sisa ingatan tentangmu. Bila celoteh ini hanyalah sebuah kisah kemunafikan, maka aku serahkan padamu menuliskan bait terakhirnya. Itulah sisa harapan terakhirku yang masih bersinar.

Tanpa salam, hanya senyuman
Dari lelaki yang pernah kau panggil
“Sang Pangeran”
Selengkapnya

Puisi: Percaya Untuk Tak Percayai

Kiasan biru dari sosok cinta
Metamorfosa menelaah semua jiwa
Saat sesuatu yang absurd membimbangkan tujuan
Ujung tombak merasuk demi arti

Ada apa untuk kata-katamu
Dengan apa demi suaramu
Pelukan rindu kini menjamur beku
Janjikah yang ada demi dirimu ?

Merobek ketiadaan
Untuk hadirkan semu dalam hati
Menunggukah hanya untuk uluran tanganmu ?
Jemu bisu kini menatapmu

Bukan itu, katakanlah bukan itu
Secuil harap ingin tertawa dihadapanmu
Sempit ingatan untuk kenyataan
Katakanlah bukan air mata yang kau tuangkan
Setujukah kau sang bulan ?

Oh, kecewaku…
Ceritakan padaku tentang mimpi itu
Lekik senyum yang nyata itu
Bertahankah melampaui waktu yang tersedu ?

Entah, dan entah…
Sampai kapan ada untuk dicampakkan
Sampai kapan senyuman terus terukirkan
Kapankah saat air mata menjadi yang terakhir
Tersendirilah diam membisu untuk menjawab

Mungkinkah ?
Apa yang tertancap terlalu dalam terpatahkan
Dan menyisakan luka yang tak tertahankan
Tetapkah dengan senyuman untuk menepiskan
Dan sampah-sampah pun terlalu keras menertawai

Percayalah…
Dan cobalah untuk tidak percaya
Apa yang kau percaya tak pantas dipercaya
Bukan bimbang
Bukan meragukan
Tapi semua adalah pilihan untuk memahami
Kenyataan…
Selengkapnya

Puisi: Tanpa Wajah, Hanya Senyummu


Ingin kutuliskan puisi
Tapi tak ada inspirasi selain bayang wajahmu
Tak ada lagi yang bisa kugoreskan dengan penaku ini
Kecuali lembut senyummu yang penuh dengan gurat pelangi indah itu

Tak ada lagi bait yang bisa kurangkaikan
Hanya takjub rona matamu yang begitu tajam menusuk mimpiku
Tak pernah ada
Tak ada lagi bayangan rindu
Selain impianku untuk selalu buatmu tersenyum

Oh, malamku…
Demi aurora yang kau terbitkan di langit ke tujuh
Biarkanlah jemari ini terus menari untuk menyapanya
Ijinkanlah bulir-bulir huruf ini mengukir senyumnya
Dan untuk pinta mulia
Jagalah selalu sinar senyumnya tetap menjadi mentari

Demi purnama tanpa air mata
Untuk cahaya tanpa mendung gelap
Jangan pernah musnahkan apa yang terciptakan alam
Dan aku disini
Kan selalu kutulis naskah-naskah kasih untuk menjagamu

Untukmu dewiku
Rindukanlah aku dengan jemarimu
Temuilah aku dengan senyummu
Di setiap bunga yang mekar
Di setiap nafas yang kau hembuskan
Aku selalu ada disampingmu

Demi kau, malaikatku
Ku kan selalu setia menjadi bagian sayapmu
Melindungimu
Dan menjagamu dari perihnya air mata

Tanpa wajah
Hanya senyuman
Tanpa ucapan
Hanya kata-kata
Ijinkan aku untuk selalu merasakan jiwamu
Dan merindukanmu
Selengkapnya

Puisi: Biarkan Kupeluk Dirimu


Membungkam sadar untuk berharap maya menjadi benar
Meneliti setiap lengkungan jiwa
Untuk menentukan nafas apa yang tepat untuk disampaikan pada malam
Di sisi sudut sempit yang selalu terbungkam bait
Tersendirilah pekat untuk bidadari yang beranjak terlelap

Biar lepas kepingan-kepingan lelah
Biar bebas kesederhanaan senyuman yang kian layu
Biar merasuk untuk sebuah mimpi indah
Biar…
Biarkan aku untuk menjaganya

Takkan diam disini
Sayang yang kuberikan
Takkan rapuh disini
Senyuman yang kumekarkan
Takkan berhenti disini
Tawa yang pernah terciptakan

Hingga kau tersadar kembali dari lelap
Aku disini…
Merangkai untaian bunga pelangi untuk hati yang sepi

Lepaskan ragamu sejenak
Relakan kini maya memelukmu dalam hangat yang kukirimkan
Hentikan sejenak kini tarian imajinasimu
Biarkan kini aku yang melukis mimpimu dengan semua warnaku

Kenanglah…
Dan ingatlah itu sebelum menutup mata
Bukankah kita pernah berjanji untuk bersua di tanah megah ujung malam

Sesimpul cinta yang kini kuterbangkan
Maka biarkan sayap-sayapku melindungimu dari tusukan malam
Walau terkadang mencekam
Walau terkadang menyakitkan
Walau mungkin tak pernah nyata
Tapi di bahagiamu adalah kenyataan Selengkapnya

Puisi: Menghargai Arti


Seandainya di dunia ini ada lebih banyak hati untuk dibagi
Lebih banyak senyuman untuk dihargai
Dan lebih banyak senyuman untuk dimekarkan
Keindahankah yang akan kita rasakan untuk dunia ?

Bila saja cinta diterbitkan untuk kesucian
Andai saja rasa sayang tercurah dalam kesederhanaan
Dengan sebuah rindu yang selalu terpupuk untuk kehangatan
Bukankah semua yang kita miliki akan lebih bermakna ?

Apakah dengan air mata yang mengalir
Dengan gurat-gurat bibir yang menjadi murung
Untuk ambisi yang membenarkan diri
Adakah sebuah ego mampu merajai arti kebahagiaan ?

Bila mana ada kebohongan bersuara
Demi munafik yang hanya menjadi racun jiwa
Pantaskah bibir ini untuk berkata, tidak
Sedangkan hanyalah sebuah dosa yang akan terus tercipta

Semua ini bukan tentang apa yang kita dapatkan
Tapi tercipta dari apa yang kita berikan
Sudahkah kita rela mengulurkan tangan
Untuk menggapai harapan yang kita impikan

Bukan kita yang bersalah pada mereka
Bukan pula mereka yang menyakiti kita
Tapi hati kitalah yang akan menjadi sebuah dimensi
Untuk menentukan yang terbaik dari yang kita kasihi

Untuk tawa, untuk senyuman
Dan kebersamaan saat kita saling bergenggam tangan
Saat kita saling peduli untuk kehidupan yang singkat ini
Kedamaian kah yang akan kita rasakan ?
Untuk sesuatu yang sesederhana ini…
“heart just know”
Selengkapnya

Puisi: Kebimbangan


Part I;
Adakah lagi
Yang harus kutulis
Dari semua
Intinya hatiku tersayat

Melihat simpul senyum itu
Ku ingin milikinya
Tapi nyata tak mampu membuatku memilikinya
Ku tak berharap kehilangan dia
Tapi nyata mengatakan ku kehilangan dia

Kususuri curam yang berbatu ini
Bersama cinta yang kubawa
Berharap, ketika sampai di hilir
Ada dirimu menyebut namaku dengan senyum hangat

Tapi yang kudapat hanya sekedar jejakmu
Jejak yang memberi noda pada kelengkungan nuraniku
Dan aku… aku…
Aku hanya berdiam menahan air mata
Melihat jejakmu pergi tanpa melihatku
Tanpa melihatku…

Part II;
Malam ini…
Kudengar cerita dari rumput ilalang
Tentang siang tadi
Tentang bidadari yang menyusuri jalan terjal nan curam
Dengan sebuah hati yang dia bawa
Dia rela menahan perih dari telapak kakinya yang berlumur darah
Hingga sampai di ujung langkahnya
Dia terhenti dengan air mata
Karena bayang yang dia kejar
Tak mampu terkejar dengan sisa harapannya

Lalu si rumput bertanya;
“mengapa dia rela melakukan itu?”

Dan ku jawab;
“itu karena cinta”

“tapi mengapa? Bayang itu tak mampu dia kejar,
Bahkan tak sekalipun menoleh padanya?”

“karena cinta itu tak punya mata”

“tapi lihatlah, dia menangis
Apakah air matanya hanya sia-sia?”

“tentu tidak, kawanku
Air mata itu ibarat sungai
Lihatlah sungai itu yang kebingungan mencari hilir
Dan hilir itu hanyalah lautan atau danau yang dapat menampung semua air sungai itu
Tapi jikalau sungai itu menguap tak berbekas sebelum sampai lautan?
Ketahuilah rumput…
Tak ada yang sia-sia dari aliran sungai itu
Lihatlah dirimu…
Apakah tanpa sungai itu kau dapat hidup?”

“tentu aku takkan bisa hidup tanpa sungai itu”

“kau sudah mengerti maksudku, wahai rumput?”

“tentu…
Sungai itu mengalir mengejar hilir yang menjadi tujuannya
Tapi dalam perjalanannya dia telah memberi hidup pada semua yang disekitarnya
Tapi apakah sungai itu tahu
Bahwa dia telah memberi arti bagi kami yang disekitarnya?
Sedang tujuannya adalah hilir”

“tanyalah pada sungai itu
Karena hanya dia yang mampu menjawab”.
Selengkapnya

Puisi: Begitu Mudahkah


The moon says;
Begitu mudahkah cinta terucap
Begitu mudahkah cinta hilang
Dimanakah sebenarnya letak cinta?
Hanyakah diatas lembaran-lembaran kertas
Hanyakah di tempat-tempat mewah tanpa kewibawaan?

Mengapa ketika cinta hadir dengan kesederhanaan
Keberadaannya ditentang begitu saja
Untuk apakah cinta tercipta
Jika hanya luka yang tiap kali ada di nafas cinta

Tertawakanlah aku, cinta…
Karena aku hanya mampu menelanjangimu dengan kesederhanaan yang kumiliki
Dan di situasi itulah
Engkau buang muka dengan tatapan tak pantas terhadap cinta yang susah kuciptakan

Tapi entah mengapa
Ku tetap setia mendekapmu
Karena ketidak berdayaanku memandangmu
Cinta…

The sun says;
Mungkin bila kita harus menutup mata
Dan semua itu terjadi begitu saja
Takkan ragu kupudarkan senyummu di mataku

Cinta…
Adalah sebuah makna yang tak terucapkan kata
Tapi tertulis jelas di rasa
Bila saja kesederhanaan membuat mata buta untuk menatap hati
Adalah munafik yang dilantunkan sang lidah

Cinta adalah pertautan cahaya mata
Terbungkus kesucian dan bertahta dalam jiwa
Jika harus menelanjangi semua pemikiran
Bukankah selayaknya kita bosan memikirkan apa yang akan terjadi
Sedangkan cinta yang kita hayati adalah hati kita sendiri
Bukan perkataan orang lain atau imajinasi semu yang tercipta dari fisik ragawi

Semua hanyalah maya
Tapi akan menjadi nyata bila kita mampu merasakan
Dimana letak sebuah cinta yang sesungguhnya
Adalah keyakinan dari apa yang kita percayai
Untuk menjadikan tawa
Di bibir dan di hati
Special thanks for: arin…
Selengkapnya

Puisi: Sahabat


Sahabat…
Masih ingatkah kau saat ku duduk disampingmu
Dan kau pun tersenyum
Aku pun juga ikut tersenyum bersamamu
Kita tertawa bersama

Sahabat…
Hapuslah air matamu
Aku pergi tinggalkanmu menuju keabadianku
Bila cerca karenaku buatmu merana, sahabat
Maafkanlah…

Sahabatku terkasih
Lihatlah kini ku berselimut mega-mega putih
Berlari-lari di taman seribu bunga
Dan bergulung di hamparan rumput nan hijau

Sahabatku, janganlah bersedih
Jangan buat aku bersedih dengan air matamu
Berdirilah, dan kumohon berdirilah
Tataplah langit yang ada di atasmu
Dan kan kau dapati aku yang tersenyum bahagia

Sahabat, taukah engkau?
Saat ini aku sedang memeluk surga
Mendekap erat keabadian dengan tawa
Dan merasakan nikmat yang tiada pernah terkira

Sahabatku tersayang
Berhentilah menyalahkan dirimu
Aku telah bahagia disini
Jangan bebani aku dengan kesedihanmu
Raihlah kebahagiaan di duniamu tanpaku

Sahabatku, aku mengerti
Teruslah berjalan mengejar mimpimu
Aku akan terus menunggu disini
Dan suatu saat
Kita pun juga akan tersenyum disini
Bersama, selamanya

Sahabatku…
Raga kita adalah terbatas
Tapi jiwa yang kita miliki tak pernah berbatas
Tetaplah tersenyum sahabatku
Aku disini selalu tersenyum untukmu
Selengkapnya

Puisi: Untukmu, Ikhlasku


Menguap seperti embun
Hamparan pagi, lembaran mimpi
Di tangan kehampaan
Aku disini, memaki
Menyesal, tersendiri...

Membuka kelopak mata
Terlalu basah terasa
Biarkanlah
Inilah kisahku
Kubangan sesak air mata

Sang kupu yang telah pergi
Bungaku yang telah ku gugurkan
Maafkanlah
Biarkanlah, rasakanlah
Dan telah ku rasakan

Biar hitam, biar payah
Tersendirilah
Semua kenangan
Aku ingat
Tapi hanya bisa mengingatnya

Biarkan aku berpijak
Matahariku, bulanku, ijinkanlah
Ingin kucari bintang
Bukan lagi kamu
Tapi karenamu

Kisah ini telah kumengerti
Buyarkan lamunanku
Kau tetaplah satu matahariku
Kau adalah satu bulanku
Biar kau pahami itu

Tanganku... gerakkan hatiku
Raih satu bintang dari jutaannya
Ikhlasku... temani aku
Merengkuh satu bintang itu
Untuk hidupku, untuk cahayaku
Untuk cintaku
Selengkapnya

Puisi: Manusia Tanpa Diskripsi


Adalah kekosongan
Dalam kenyataan yang terberat
Untuk menemukan hati yang hilang
Aku terlupakan

Untuk sebuah realita
Dalam pahit yang harus kukecap
Untuk merasakan
Adalah kesakitan

Maafkanlah raga ini tak mampu bicara
Biarkanlah bibir ini hanya diam
Hanya itu sebuah keinginan
Untuk tersendiri

Tunjukkanlah apa yang terketahui
Tentang manusia tanpa diskripsi ini
Tak ada
Hanyalah kebohongan

Semua teka-teki yang kulantunkan
Di balik pintu yang tertutup rapat
Tak mampu terselami
Untuk harapanku

Biarkanlah meresah
Inginku hanya hilang
Tak tertemukan
Tak mampu tertemukan

Jalan yang kupilih di balik tanah
Terlalu gelap untuk kau raba
Aku ada
Dan tetap ada
Seperti ini
Dan harus seperti ini
Biarkan aku sendiri Selengkapnya

Puisi: Kotor


Para setanpun tau semua bajingan
Bertarung dengan nyawa
Demi memakan dosa
Yang katanya adalah surga

Najis berserakan dengan tawa
Air mata?
Tak ada artinya
Asal mata tetap terbuka
Takkan terhenti sampai tertutup
Dalam ketidak warasan

Otak manusia begitulah diciptakan
Berkata tak ingin tapi dinikmati
Berkata dosa tapi lidah tak pernah berhenti
Dengan kekotoran, dengan menghancurkan

Pernahkah malaikat turun untuk bertanya
Sampai kapan mereka mengerti
Sampai mati turun menghinggapi
Masihkah bisa tertawa

Sadarlah hati
Berhentilah mencaci maki
Itu adalah cermin dirimu yang kau cerca sendiri
Kebenaran kah itu?

Haruskah dengan alkohol
Haruskah dengan membuang pikiran dalam sakau
Haruskah dengan air mani yang terus tercecer
Untuk menikmati yang dikatakan kebahagiaan
Untuk tak tau rasanya kematian

Haruskah dengan menyakiti
Untuk menghilangkan sakit di hati
Adalah otak yang sakit
Masihkah harus dinikmati

Untuk membuang
Untuk melupakan
Untuk dosa pada ingatan
Kepada dosa dalam jiwa
Selengkapnya

Puisi: Lagu Untuk Air Mata


Biarkanlah dedaunan berguguran
Saat ini panas semakin keras
Tertuju satu musim yang terang
Keteduhan telah menghilang

Api hitam biarkan bertahan
Layu terkembang takkan terlupakan
Manis cinta telah dirasakan
Inilah saatnya merelakan

Sang kekasih...
Telah kudengar sangkakala perpisahan
Perjamuan tepi malam telah tenggelam
Kini kulihat suara hati telah terbit
Inikah yang pernah kau harapkan

Pertempuran ego semakin lemah dimata
Kudapatkan kekuatan yang buatku bosan
Bila ini air mata
Tunjukkan kepedihan yang buatku bertahan

Kasih...
Apakah ini perjanjian waktu
Terkapar jelas aku bertahan
Hujan legam semakin tak lihat

Kasih... tersenyumlah
Aku memenangkannya
Sebuah kesalahan
Saat kesakitan dan kelam
Dan kuharap juga sebuah senyuman
Telah kutinggalkan
Dan kan kubiarkan cinta ini
Kasihku...
Kuharap kau bahagia
Tanpa manusia penuh dosa ini
Aku telah mati
Sendiri
Selengkapnya

Puisi: Mencintaimu Kasih


Mencintaimu adalah memiliki langit biru
Begitu kaya akan hamparan kelembutan
Seperti saat kau tunjukkan aku sebuah hati
Yang saat itu buatku mengerti maknanya

Mencintaimu adalah sebuah ketakjuban
Disaat awan gelap kau selalu ada
Waktu kau buka celah permata
Aku mengerti selalu ada cahaya

Bila malam selalu datang
Aku mengerti yang kau suguhkan
Saat kututup mata seperti biasanya
Bunga-bunga mesra bertebaran di kaki kita
Kau berkata
Mimpi inilah yang harus kujaga

Seperti angin yang tak berhenti mengalir
Seperti bunga cinta yang ada di taman hati ini
Tak pernah terputus dari ketulusan
Selalu mengingat disaat tatapan mesra terbuat
Seperti itulah kau selalu ada

Aku mengerti sayang
Harusnya seperti apa adanya
Tiap sepi tak ada bedanya
Kita bersama selalu bahagia

Denganmu kasih
Yang selalu menyeka air mata
Yang tak henti mengobati kata yang luka
Yang selalu mengingatkan keberadaan cinta di rasa
Disaat keheningan terasa hampa
Kita bersama tersenyum bahagia

Mencintaimu kasih
Adalah tawa dunia saat ini
Selalu bertaburan keceriaan
Dan kejujuran yang terdalam
Di setiap hari saat kita melangkah dan diam
Bergumam mesra
“ l’ll stand by you ”
Selengkapnya

Puisi: Garis Takdir

Malangnya bagi mereka yang tak punya kesabaran
Luka bukan berarti tak bisa disembuhkan
Waktu takkan menjadi dimensi pemisah keadaan
Bila mampu menepiskan semua kekhawatiran yang tak mungkin

Apakah ada bedanya jika akhirnya sama
Dan duka yang tercipta hanya karena pikiran yang terlalu ingin berkuasa
Mimpi-mimpi yang selalu menuju pada kesempurnaan
Akankah menjadi berarti jika terhenti di tengah jalan

Pernahkah mereka rasakan
Anginpun sering berjalan pelan
Sembari memberi kesejukan untuk yang diterpanya
Dan menyanyikan kabar bahagia untuk pepohonan

Dan lihatlah apabila angin berlari
Merusak apa yang disentuhnya
Menciptakan peluh tangis untuk terhujam
Mungkinkah mereka merasakan sebuah kesalahan

Bukanlah waktu yang menjadi tujuan
Hidup memang berjalan cepat
Apakah jika keinginan menjadi lebih cepat akan lebih baik
Sedang garis hidup adalah kebenaran

Sang awan terbang dari laut
Melakukan perjalanan panjang di atas bumi
Mungkinkah awan berubah menjadi pelangi
Sedang takdirnya adalah hujan

Cukupkanlah diri dengan segala kekurangan
Karena inilah takdir yang telah dipilihkan
Sedikit terlambat masih bisa untuk dikejar
Tapi kalau telah hancur berantakan
Tak mungkin bisa dikembalikan seperti semula
Selengkapnya

Puisi: Tentang Sebuah Pertanyaan


Inilah sebuah pertanyaan
Jika air mata tak diciptakan
Apakah sakit juga tak terasakan
Sedang perasaan ini terus menerus merasakan kekalahan
Dan tubuh telah gontai dengan sayatan kehidupan

Mungkinkah jika dosa tak pernah diperhitungkan
Apakah tangan kita sudi untuk melakukan kebaikan
Saat tangis kesakitan membahana di sudut semesta
Dan desakan pahit yang memaksa untuk bertahan
Untuk tak merasakan kebenaran yang telah memudar
Apakah hati masih mampu untuk melihat keindahan

Seandainya matahari tak pernah ada
Dan malam terus menjadi gelap
Mungkinkah cahaya akan datang
Dan membuka tabir-tabir hitam dalam kebodohan
Sedangkan mata telah buta akan kesepian yang terasakan

Andai di tubuh ini hati tak pernah bergetar
Masihkah raga mampu untuk merasakan cinta
Dan menyingkirkan segala pikiran kotor sang otak
Sedang kaki terus bergerak menuju kehancuran
Saat nafsu setan menguasai keadaan

Seakan alam mengumbar ribuan pilihan
Tentang pilihan menuju keabadian
Dan ciptakan satu jalan yang sempurna
Saat semuanya tersesat dalam maya kebahagiaan
Yang tak pernah memikirkan yang sesungguhnya
Bahwa yang didapatnya hanya kegelapan

Dimanakah ada nurani bernaluri
Untuk tak merasakan topeng kebohongan
Untuk diam dalam cacian
Dan memegang erat-erat cinta dalam dada
Hingga mampu mengambil jalan menuju kesempurnaan
Dan meraih segala kebahagiaan di akhir jalan Selengkapnya